A Guide to Green Traveling Journey Experience More with Less Waste Bersama Erha Perfect Shield

A Guide to Green Traveling Journey Experience More with Less Waste Bersama Erha Perfect Shield


Moderator Umar Saputra dan Sarah Raisa. Pembicara Benedict Wermter atau yang dikenal Bule Sampah content creator lingkungan dan director dari Yayasan Veritas Edukasi Lingkungan Foundation (@vel.earth) serta environmental educator dan Annisa Budiarti  founder sustainbabes.id.

Menurut Kak Bene, yang namanya ngomongin lingkungan bukan cuma plastik aja yang urgent tapi juga sampah organik. Karena sampah organik tuh juga menjadi salah satu yang menghabiskan banyak lahan ya. Bisa diatasi dengan mengompos maupun budi daya maggot ya. 

Di Singapura itu ada peraturan yang strong banget di mana mereka nggak boleh buang sampah sembarangan dan masyarakatnya mengikuti aturan. Menurut Kak Bene di Jerman budayanya udah pada milah sampah di rumah. Harusnya budaya seperti ini juga berlaku di Indonesia. 

Kak Bene bercerita kalo di Jerman juga sempat mengalami masalah sampah seperti di Indonesia 30-40 tahun lalu. Namun, pemerintah Jerman melakukan kampanye dan mengalokasikan dana untuk memberikan edukasi tentang sampah ke masyarakatnya. Kampanyenya sukses besar karena mereka memprioritaskan masalah sampah. 

Nah, Indonesia harusnya juga seperti itu. Kita harus membuat edukasi tentang sampah dan membuatnya menjadi prioritas.

A Guide to Green Traveling Journey Experience More with Less Waste Event


Sustainable Traveling itu Apakah Impactful dan Gimana Caranya Kita Mulai Melakukannya?

Kak Annisa memberikan pandangannya, menurutnya jangan pernah berpikir satu orang buang sampah dan itu cuma sampah kita aja. Coba bayangin kalo banyak orang yang juga melakukannya. Bakal ada berapa banyak sampah yang dihasilkan. 

Menurut Kak Annisa, sustainable traveling itu simple, semudah kita membawa tumbler dan shopping bag itu udah membantu banget.  

Dari pengalaman Kak Annisa yang sudah melakukan perjalanan ke beberapa negara di US, Asia, maupun Eropa, ia belum banyak menemukan turis orang Indonesia yang saat traveling menggunakan tumbler atau shopping bag. Malah yang sudah terbiasa adalah traveler dari negara lain. 

Kalo di Jerman cukup beruntung karena mereka bisa langsung minum dari keran yang sudah banyak tersedia di berbagai tempat umum. Kak Bene mengatakan sebenarnya di Indonesia bisa kita mengurangi sampah botol plastik, misalnya dengan mengadakan fasilitas isi ulang air minum. Sayangnya masyarakat Indonesia lebih nyaman menggunakan botol sekali pakai dan langsung membuangnya. 

Apa Kebiasaan di Indonesia yang Sebaiknya Dipertahankan?

Sebenarnya di Indonesia sendiri udah punya habit ekonomi sirkular, seperti refuse, reduce, reuse, refill, repair, repurpose. Misalnya seperti memperbaiki atau memperbaharui barang seperti baju, hp, menggunakan produk kembali dan lain-lain yang udah jadi lifestyle kita dari lama. Tapi banyak orang gak sadar. Dan harusnya kita juga mengurangi pemakaian sekali pakai sebagai budaya sehari-hari. 

Jerman jadi salah satu negara yang juara dalam pemilahan sampah, tapi sayangnya mereka juga lupa untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai, bahkan bisa lebih parah daripada Indonesia. Jadi ingatlah kalo setiap negara tuh punya masalahnya sendiri yang perlu dipermasalahkan. 

Menurut Kak Bene, sebenarnya awarenessnya udah mulai kebangun, tapi yang kurang adalah memahami solusinya. 

Projek Sederhana yang Bisa Diterapkan untuk Anak-anak Gen Z agar Aware tentang Sampah

Selalu ingat hirarki sampah yaitu mencegah dengan menolak sampahnya dulu (prevent) mengurangi, menggunakan kembali, daur ulang. Yang sebenarnya basic yang harus diikuti. Dan masyarakat harus mengerti tentang perjalanan konsumsi dan gunung sampah. 

Misalnya aksi-aksi bersih-bersih pantai, sungai, plogging meski itu aksi yang baik tapi itu bukan solusi. Itu cuma solusi sesaat. Waste management itu start from consumption, bukan collecting waste. 

Kak Annisa menambahkan, prakteknya bisa dimulai dari yang paling gampang dilakukan dulu aja. Misalnya skincare kalo belum habis ya jangan beli dulu. 


Bagaimana Caranya Agar Masyarakat Tidak Bergantung pada Pihak Seperti Pandawara dan Menyadarkan Masyarakat untuk Tidak Buang Sampah Sembarangan?

Yang paling utama sebelum kita menyadarkan orang adalah fokus sama diri sendiri, apakah kita sendiri sudah bisa terbiasa tidak buang sampah sembarangan? Dicontohin aja. Kak Annisa tinggal diapartemen dan awalnya ia sudah memilah sampah, tapi sama pihak management sampah apartemennya justru dicampur lagi. 

Lalu Kak Annisa memutuskan untuk memakai jasa kurir pilah sampah untuk dibawa sampahnya. Dengan kebiasaan tersebut banyak tetangga dari Kak Annisa yang mulai penasaran dan bertanya. Nah, saat bertanya seperti itulah baru Kak Annisa menjelaskan. Jadi, tidak bisa kita langsung menyuruh saja orang lain untuk mengikuti cara kita. Lebih baik kasih contoh saja yang diperbanyak. 

Ada satu hal yang keren banget yang disampaikan Kak Beni, yaitu kalo acara-acara clean up seperti beach clean up, river clean up, dan sejenisnya pokoknya seperti yang dilakukan oleh Pandawara itu sebenarnya bukan bener-bener membersihkan, tapi cuma mengumpulkan sampah aja. 

Harusnya acara clean up juga dibarengi dengan edukasi ke masyarakatnya. Seperti masyarakat bisa diberikan edukasi sebenarnya sampah apa sih yang paling banyak dihasilkan? dianalisis bahan-bahan yang ada dalam sampah tersebut itu apa aja? kenapa gak boleh dibuang sembarangan, dampaknya apa buat masyarakat dan lingkungan, apa aja sih ekosistem di dalam sungai? Kalo sungai tercemar dampaknya apa? Apa hubungan sampah dengan konsumsi?


Kalo Lagi Berpergian ke Dalam Negeri dan Daerah Destinasi Tempatnya Tidak Ada Bank Sampah Apakah Kak Beni dan Kak Annisa Membawa Pulang Sampahnya ke Jakarta?

Dari pengalaman Kak Annisa, memang minim sampah saat traveling tuh lebih sulit. Kalo ia berlibur ke dalam negeri, pastinya kita sudah hapal dengan kebiasaan restoran atau tempat makan dan masyarakatnya yang tidak banyak menyediakan atau membawa alat makan sendiri, untuk itu Kak Annisa bakal membawa cutlery, tempat makan sendiri, dan saputangan. Tapi kalo sampahnya tidak bisa dihindari dan di lokasi wisata tidak ada tempat sampah terpilah, Kak Annisa bakal membawa pulang sampahnya untuk dipilah di rumah.  

Namun, yang perlu diingat, lakukan saja semaksimal yang kita bisa dan prevent dengan membawa berbagai perlengkapan minim sampah yang sekiranya diperlukan. 

Kak Beni menambahkan saat melakukan perjalanan ke Jepang, ternyata di sana nggak banyak bank sampah, tapi masyarakat Jepang melatih diri mereka untuk menyimpan sampah dan nanti dipilah di rumah. 

Saran dari Kak Beni, kalo lagi traveling jangan lupa bawa wadah sendiri buat jajan dan tumbler dan kalo terpaksa memproduksi sampah sementara di tempat tersebut nggak ada bank sampah atau tempat sampah terpilah better dibawa pulang aja. Terakhir, kita emang butuh infrustruktur yang memadai untuk mendorong masyarakat untuk mengurangi sampah dan membuang di tempat sampah terpilah. Jadi, sebaiknya kita bisa minta pemerintah untuk improve. 

Pastikan juga saat memilih hotel, restoran, tempat wisata sebisa mungkin booked yang mendukung sustainability dan green traveling. Namun, yang diutamakan adalah tetap prevention. Take only memorise and leave only footprints. Jadi traveler tuh jangan egois, bukan cuma kita yang berhak menikmati keindahan alam, tapi banyak orang lain yang belum melihat baik orang yang sudah ada saat ini maupun generasi yang akan datang. Jadi, mari dijaga dan jangan buang sampah seenaknya. 





You Might Also Like

0 comments