Kenapa Fashion Berkelanjutan Itu Penting? dan Apa Dampaknya untuk Lingkungan?

Sumber foto: www.pinktravelogue.com

Sabtu, 22 Februari 2025 saya mengikuti acara Mini Talk Show bertema Hari Peduli Sampah Nasional 2025: Kurangi Sampah, Maksimalkan Manfaat! yang merupakan salah satu rangkaian dari acara Tukar Baju dari komunitas Zero Waste Indonesia. 

Ada 3 narasumber yaitu Irene Komala (Content Creator @pinktravelogue ), Shifa Nuraini Khairi (Corporate Communication @donasibarang), dan Tiara Laraswati (Program Coordinator#TukarBaju, Zero Waste Indonesia) Dimoderatori oleh Fanani dari #TukarBaju

Tukar Baju sendiri sudah berjalan mulai tahun 2019 dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang apa yang kita pakai sehari-hari termasuk salah satunya adalah pakaian bisa menjadi sampah. 

Nah, daripada pakaian yang ada di lemari langsung menjadi sampah padahal masih bisa digunakan, maka kenapa tidak saling bertukar saja dengan orang lain? Yang bertukar sama-sama untung punya "baju baru" dan yang lama bisa diperpanjang usia pakainya.

Jadi, kalo bosan dengan baju yang ada di lemari, nggak perlu baju baru. Namun, dalam bertukar baju pastinya ada ketentuan ya. Misalnya kondisi pakaian masih layak pakai,  tidak lusuh,  bersih, tidak bernoda, dan tidak ketinggalan zaman. Pakaian yang akan ditukarkan akan dicek dan dikurasi saat acara berlangsung.

Sedangkan Donasi Barang merupakan lembaga sosial bagi siapa saja yang punya permasalahan terhadap barang-barang yang sudah tidak terpakai di rumahnya. Mereka punya jargon adalah sisa-sisa tak selalu sia-sia. Jadi, barang di rumah yang sudah tidak terpakai lagi bisa diperpanjang usia dan manfaat barangnya. Caranya beragam, ada yang dikelola lagi, dijual, maupun disalurkan. 


Kenapa Fashion Berkelanjutan Itu Penting? dan Apa Dampaknya Buat Lingkungan?

Menurut Kak Tiara yang namanya sustainability itu berkaitan dengan jangka panjang. Dari proses pembuatan pakaian, barang, atau apapun juga mempunyai proses. Kalo kita memilih sesuatu dengan tidak bijak, pasti akan mempengaruhi berbagai isu. Mulai dari isu lingkungan, kemanusiaan, dll. 

Contohnya kejadian  di Pabrik Garmen Rana Plaza di Bangladesh tahun 2013 menewaskan 1000 karyawan lebih dan membuat bangunannya hancur. Ternyata pabrik tersebut juga bekerja di gedung yang ilegal dan sangat child labour, bayarannya juga tidak adil. Itu terjadi karena perusahaan hanya ingin mengeruk profit tapi tidak memperhatikan kesejahteraan karyawan dan kualitas dari si pakaian yang dibuat. 

Sedangkan kalo kita memulai sebuah produksi baju atau barang dengan proses yang panjang, dipikirkan secara matang, dan memperhatikan berbagai aspek lingkungan, kemanusiaan, dan lain-lain, jadinya produk yang dihasilkan bisa lebih long lasting, perusahaan juga tidak semena-mena pada karyawan, lingkungan juga tidak akan rusak. Makanya sebaiknya yuk kita mulai untuk berkonsumsi secara berkesadaran. 

Baca juga: Lyfe with Less Meet Up: Sustainable and Minimalist, Why Not?


Kalo Kita Nggak Hidup Berkesadaran Akan Merugikan Diri Kita Sendiri dan Banyak Orang 

Coba bayangin kalo setiap apa yang mau kita beli kita turutin, dibeli semua, padahal kita gak tahu apakah beneran butuh atau cuma pengen aja, ujung-ujungnya barang yang kita beli bisa aja jadi mubazir, nggak kepake, dan jadi sampah. 

Rugi banget dari sisi finansial, uang kita habis buat beli yang nggak penting, belum lagi sampah dari produknya maupun packagingnya yang gak dipikirin bisa merugikan lingkungan. 

Untungnya ada NGO seperti Donasi Barang yang bisa membantu menyalurkan barang yang sudah tidak terpakai oleh pemilik sebelumnya. Donasi Barang sebagai yayasan nggak hanya memikirkan dari sisi kemanusiaan tapi juga dari lingkungan. Donasi Barang bermula hadir atas keprihatinan terhadap anak-anak autis yang dari keluarga prasejahtera. Donasi Barang bekerjasama dengan Rumah Autis untuk membantu mendapat terapi dan pendidikan. 

Kalo donasi uang mungkin hanya untuk memberikan uang saja. Namun, Donasi Barang juga memikirkan lingkungan yang lebih bersih dan semua yang terlibat mulai dari penerima manfaat, kita yang membantu mengelola, bahkan sampai yang pemberi barang juga Donasi Barang ingin mereka mendapat manfaat. 

Standar Kelayakan untuk yang Ingin Memberikan Barang ke Donasi Barang

Mini Talk Show Hari Peduli Sampah Nasional 2025 Kurangi Sampah, Maksimalkan Manfaat


Sebagai pemberi atau donatur kita perlu paham dulu barang yang mau diberikan ke Donasi Barang juga nggak bisa seenaknya dan akan disalurkan lagi ke orang lain untuk digunakan kembali. 

Jadi harus mindful dan bukan dijadikan sebagai sarana untuk 'membuang' barang yang sudah tidak diinginkan. Intinya sih pastikan barang yang ingin diberikan ke Donasi Barang itu masih layak pakai, tidak bernoda, tidak belel, tidak ada bolong, nggak kusam, tidak berbau, dll. 

Kurang lebih sama dengan aturan yang berlaku di program Tukar Baju ya yaitu:

Masih layak pakai dan bersih

Pakaian atau barang harus dalam kondisi tidak sobek, tidak berlubang, dan tidak bernoda. Pastikan sudah dicuci sebelum dibawa.

Bukan pakaian dalam atau baju tidur

Jika pakaian Donasi Barang dan Tukar Baju tidak menerima pakaian dalam (bra, celana dalam, lingerie) maupun piyama dan daster.

Tidak kusam, luntur, melar

Pastikan pakaian atau barang masih dalam kondisi bagus secara visual dan bentuk — tidak melar, luntur, atau terlihat usang.

Barang bisa dipakai ulang oleh orang lain

Sebaiknya Kapan Sih Kita Mendonasikan Barang Khususnya Pakaian?

Menurut Kak Tiara ada beberapa kriteria kapan kita perlu melakukan decluttering dan mendonasikan barang khususnya pakaian, yaitu:

1. Kalo pakaian atau barang yang ada di lemari sudah 3 bulan tidak terpakai.
2. Kalo ngerasa baju atau barang yang dipunya sekarang udah nggak muat lagi, atau kebesaran, bukan style kita, dan lain-lain. 
3. Baju atau barang yang dipakai itu lagi-itu lagi.

Tidak ada waktu khusus untuk melakukan deculttering dan donasi. Saat kita merasa sudah banyak barang dan tidak mmiliki tempat untuk menyimpan barang sebaiknya mulai lakukan decluttering sesuai waktu yang dimiliki. 


Kalo Mau Pake Baju Baru saat Traveling, Salah Nggak Sih?

Sebagai travel content creator Kak Irene pasti sering berkunjung ke berbagai tempat dan saat berpergian ia sempat ada difase yang ingin selalu memakai baju baru ketika melakukan perjalanan. Apalagi untuk diposting di blog dan media sosial lainnya, rasanya ada rasa kurang percaya diri kalo menggunakan pakaian yang sama. 

Untungnya seiring berjalannya waktu Kak Irene belajar dan menyadari kalo nggak apa-apa pake baju yang sama,  karena kan tempat yang dikunjungi juga berbeda. Orang lain juga gak terlalu peduli kita mau pake baju baru. Justru yang orang penasaran adalah value dan pengalaman perjalanannya. Bahkan menurut gadis yang sudah punya 57k followers di Instagram ini dengan menggunakan baju yang sama terus bisa menjadi signature. 

Kak Tiara menambahkan jika setiap ia traveling pasti ada satu baju yang wajib dia bawa. Fun fact juga kalo yang sebenarnya selalu ingat kita pake baju apa itu justru kita sendiri bukan orang lain. 

Bagaimana Mengontrol Komen dari Netizen tentang Baju yang Dipakai Sama Terus?

Bagi Kak Irene yang merupakan content creator pasti ada aja yang memberi tanggapan kok pake baju itu lagi, tapi ia sekarang sudah tidak lagi memusingkan tanggapan orang lain. Malahan dia menchallenge diri sendiri kalo seberapa banyak dan berapa lama baju yang 
udah digunakan untuk traveling dan udah dibawa kemana aja. Itu sekarang yang lebih matters. 

Bagaimana Tanggapan Brand Fast Fashion yang Punya Program Sustainable Fashion?

Sekarang karena sustainability sedang naik daun, banyak brand fast fashion yang juga nggak mau ketinggalan untuk mengikuti tren tersebut. Berbagai cara dilakukan misalnya dengan menyediakan layanan perbaikan baju atau baju yang sudah tidak diinginkan oleh pengguna sebelumnya dari brand tersebut bisa diberikan kembali melalui drop box agar bisa didaur ulang oleh brandnya. 

Dan buat orang-orang yang belum memahami tentang sustainability dan dampak dari fast fashion mungkin akan berpikir, oh nggak apa-apa beli produk fast fashion, kan mereka juga ada program sustainability-nya.

Tanggapan dari Kak Tiara sendiri memang saat ini sustainability lagi digaungkan di berbagai bidang termasuk fashion. Makanya nggak heran kalo ada banyak brand pakaian yang juga menyelipkan gerakan ramah lingkungan pada produknya. 

Sebenarnya itu sah-sah aja, tapi sebagai konsumen kita harus pintar memilih dan memilah apakah program sustainability yang dijalankan memang untuk memperlambat laju produksi mereka atau hanya sekadar teknik marketing. 

Kita bisa cermati dari beberapa hal, misalnya apakah ada hasilnya dari baju yang mereka kumpulkan di drop box itu diolah jadi apa? bagaimana prosesnya? bajunya dikemanakan? apakah mereka terbuka tentang hal tersebut? 

Lalu cara memberi tahu orang terdekat untuk sebaiknya mengurangi membeli produk fast fashion lebih menekankan buat nggak membeli secara berlebihan. Namun, pastinya agak sulit ya ngasih tahu untuk tidak membeli sama sekali karena kan itu uang mereka. 

Mungkin kita bisa juga menyarankan untuk membeli pakaian yang terbuat dari bahan katun organik dan linen yang sudah terkenal ramah lingkungan. Bisa juga sambil mengingatkan tentang buyerarchy of needs. 

Baiknya, sebelum membeli, kita tuh tanya ke diri sendiri, kenapa sih harus beli baju itu? Utamakan pake yang ada di rumah, lalu kalo gak ada bisa pinjam, tukar, atau thrifthing, bikin, atau pilihan terakhir baru beli. Jadi, membeli tuh jadi opsi paling akhir. 

Nggak ada salahnya juga sih buat memberi tahu sedikit tentang fakta fast fashion seperti dalam pembuatannya biasanya fast fashion itu mempekerjakan anak di bawah umur tanpa bayaran yang layak dan tidak diberikan fasilitas yang baik

Namun, perlu diingat, sebagai teman atau saudara kita hanya cukup memberi tahu dengan baik tanpa harus terkesan menggurui. Setidaknya kita sudah berusaha dan biarkan mereka yang memilih. 

Kak Syifa menambahkan, bisa juga diperkenalkan tentang metode one in one out. Jadi kalo membeli satu baju harus ada satu baju yang keluar. Baju yang dikeluarkan bisa diberikan ke saudara, dijual, atau didonasikan yang jelas jangan dibuang ya. Dengan begitu isi lemari nggak menumpuk dan nggak jadi sampah juga. 

Yang perlu diingat, kita nggak bisa kontrol apa yang orang jual, tapi kita bisa kontrol apa yang kita beli. 

Sebelum Beli Baju Coba Pikirkan Ini Dulu

Sebelum membeli baju baru biasanya Kak Irene memikirkan beberapa hal seperti:

1. Kira-kira beneran butuh nggak ya beli baju baru?
2. Kira-kira bisa dipake berapa lama?
3. Bisa dipake dioccasion apa aja?
4. Bisa versatile nggak ya?

Dengan menanyakan hal-hal tersebut, ia bisa lebih mengontrol keinginannya untuk belanja berlebihan. 

Bagaimana Caranya Melepaskan Barang Sentimentil agar Bisa Diperpanjang Usia Pakainya?

Ada pertanyaan menarik di sesi kemarin dari salah satu peserta yaitu Kak Putri. Dia bertanya bagaimana caranya bisa melepaskan atau mengikhlaskan barang-barang milik ibunya untuk dimiliki orang lain agar bisa diperpanjang usia pakainya? Karena Kakak Putri ini sampai sekarang belum bisa merelakan barang milik ibunya karena penuh kenangan, tapi ia tahu kalo didiamkan begitu saja malah akhirnya jadi sampah. 

Kak Syifa menyarankan untuk menanyakan ke diri sendiri dulu apakah kita ikhlas memberikan barang milik orang tersayang untuk dimiliki orang lain? Karena bagaimana pun juga kita harus ikhlas merelakan barang tersebut agar yang menerima juga berkah. 

Kedua, selalu ingat manfaat dari memberikan barang ke orang lain itu bisa memperpanjang usia dan manfaat barang tersebut. 

Itu dia beberapa insight yang didapat dari Mini Talk Show dari komunitas Zero Waste Indonesia yang saya ikuti. Banyak sih perspektif baru yang saya dapatkan, semoga kamu yang membaca juga bisa dapat ilmu baru ya dari postingan ini. 



You Might Also Like

0 comments